Malam ini Jogja tak sedingin biasanya. Gemuruh dan bunyi hujan tak terdengar sejak pagi. Lantai-lantai kamar kering. Tak ada air yang menggenang. Langit-langit kamar juga berdebu. Air yang biasa menggenang di atap nampaknya sudah mengering.
Selepas hujan dengan
intensitas tinggi, biasanya, atap kamar akan dipenuhi dengan air yang masuk
melalui sela-sela genteng. Kemudian mengalir melalui celah celah asbes dan membasahi
semua yang ada dibawahnya. Mulai dari lantai, karpet, kasur, bantal, hingga
kertas-kertas coretan yang berserakan.
Pakaian-pakaian yang
sudah dicuci tak pernah kering. Siangnya dijemur, belum sampai kering, hujan
sudah turun. Malamnya hujan tak turun. Pakaian kembali dijemur. Hanya mengandalkan
angin. Keesokan hari, bukannya kering, pakaian malah mengeluarkan bau tak
sedap. Dicuci kembali dengan menaburkan sedikit detergen. Dijemur hampir setengah hari. Menjelang Ashar hujan turun
(lagi). Dari balik jendela kelas, hanya bisa membayangkan pakaian itu dapat
mencari tempat berteduh sendiri. Dan cuciannya basah lagi (dan lagi). Begitu
seterusnya, sampai stock pakaian
ganti di lemari habis.
Bulan ini fisik sedang
benar-benar diuji. Pergi pagi ke kampus pagi-pagi sekali (Iya pagi, atau
setidaknya ‘Pagi’ versiku.) Tak jarang terpaksa menerobos hujan, tanpa jas hujan.
Hanya mengandalkan jaket biru yang dibeli di Solo beberapa minggu lalu. Selepas
kuliah, banyak hal yang harus dikerjakan. Mulai dari yang bersifat individu
sampai bersifat rahasia. Rahasia? Iya rahasia yang nyanyi “Mantan Terindah” itu
lho..
Januari ini kami si
Anak Magang, sedang mengerjakan produk K-Post Magang. Semacam buletin yang
rutin di terbitkan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Keadilan FH UII sebulan sekali.
Kebetulan, diakhir masa ‘pengabdian’ kami, inilah ujian terakhir yang harus
kami lewati sebelum diangkat. Diangkat dari status “magang” menjadi “tidak lagi
magang.” Walaupun “tidak magang” sering diganti menjadi ‘pengurus’, namun aku lebih
suka menyebutnya dengan "tidak lagi magang." Karena mungkin esensinya sama, hanya
statusnya saja yang berbeda. Sama halnya dengan status Pacaran dengan Jomblo,
Pacaran itu kan Cuma Jomblo yang
Sedang Berbahagia Sementara Waktu dengan Jomblo lainnya. Bukan begitu?
Munafik rasanya jika
menyebut dalam penggarapannya tidak ada masalah dan hasilnya sempurna. Kalau
hasilnya sempurna buat apa kami belajar? Belajar itu kan artinya berusaha mendapatkan suatu ilmu baru? Terlepas dari
sempurna atau tidaknya produk yang kami kerjakan. (FYI, aku lebih senang
menggunakan kata “kami”, ketimbang dia atau mereka, karena “kami” adalah satu
kesatuan.) Aku lebih suka membahas proses yang kami lalui. Suka, duka, duka,
duka, dan ilmu.
Begini kira-kira proses
singkatnya hingga jadi sebuah buletin. Pertama adalah pembahasan isu, isu-isu
yang ingin diangkat dikemukakan di rapat. Lalu, proses memilah dan memilih isu
mana yang ‘layak’ dan mana yang tidak. Adu argumen tentang isu yang akan
dibahas tak bisa dihindari. Ngalor
ngidul, kahandap kaluhur, masing-masing pemberi isu saling mempertahankan
argumennya masing-masing. Setidaknya itu yang diberitahu Mbak Pimred.
Setelah semua rubrik
terisi dengan isunya masing-masing, masuklah pada tahap penentuan angle. Akan
seperti apa sudut pandang tulisan tersebut, dan seterusnya.
Hmm.. Tunggu sebentar. Untuk
mempersingkat tulisan, tidak perlu kiranya dijabarkan secara panjang lebar
bagaiamana proses pembuatannya. Ini kan
bukan Tutorial “Bagaimana Membuat Buletin?”
Hehe..
Kawan-kawan yang membanggakan.. Benar-benar yang membanggakan. Dengan tidak mengabaikan kritik
dan saran yang dilayangkan kepada kita, harapanku; kita tetap bangga dengan apa
yang telah kita kerjakan. Bukankah hasil tidak akan mengkhianti proses?
Tegakkan pandangan kalian, bukalah mata yang sayu itu, bersihkan stigma-stigma
dari otak kalian. Kita sudah berjuang, berkorban juga sudah. Mengganti waktu
bermain dengan reportase. Menulis sampai lupa waktu. Dan memindah tidur di pagi
hari.
Ego sendiri yang mulai
melunak. Loyalitas dan totalitas yang makin hari makin membaik. Emosi yang
terkontrol dengan baik. Mental berjuang yang tak mudah lunak. Juga manajemen
waktu dan prioritas yang ‘mulai’ memasuki katergori baik.
Bagaimanapun, kita
telah berjuang kawan. Berjuang artinya melawan. Kita telah lebih dari melawan.
“Dengan melawan kita takkan sepenuhnya kalah” Begitu tertulis di Buku Bumi
Manusia. Setidaknya kita telah melawan untuk tidak menyerah. Melawan untuk
menjadi lebih baik!
Tunggu dulu, “ujian
terkahir” kita memang sudah selesai. Tapi tolong, jangan kalian teriakan “Hore!”
Bukan aku tak suka mendengarnya. Tolong ingat, kesenangan sesaat itu kadang
lebih berbahaya dari ujian itu sendiri. Jangan biarkan diri larut dalam
euforia.
Sejujurnya, aku tidak
suka menyebutnya sebagai “ujian terkahir”. Namun jika melihat dari proses
kaderisasi memang seperti itu sebutannya. Ujian, hal yang dapat membantu kita
untuk berkembang, baik dari segi psikis maupun mental. Apa kalian senang dengan
berakhirnya ujian? Aku harap tidak.
Mari kita lanjutkan kerja
sama ini, tanpa menjadi patuh buta.
Terakhir.. Mari ucapkan
selamat untuk kita semua. Selamat atas (akan) terbitnya K-post Magang. Dan
selamat datang di “Ujian Selanjutnya!”
Jangan kalian teriakan “HORE!”
Yogyakarta, 15
Januari 2015
*Untuk
teman-teman yang sudah berjuang, sebaik-baiknya, dan sehormat-hormatnya.
0 komentar:
Posting Komentar