Sabtu, 17 Januari 2015

Hore!



Malam ini Jogja tak sedingin biasanya. Gemuruh dan bunyi hujan tak terdengar sejak pagi. Lantai-lantai kamar kering. Tak ada air yang menggenang. Langit-langit kamar juga berdebu. Air yang biasa menggenang di atap nampaknya sudah mengering. 

Selepas hujan dengan intensitas tinggi, biasanya, atap kamar akan dipenuhi dengan air yang masuk melalui sela-sela genteng. Kemudian mengalir melalui celah celah asbes dan membasahi semua yang ada dibawahnya. Mulai dari lantai, karpet, kasur, bantal, hingga kertas-kertas coretan yang berserakan.


Pakaian-pakaian yang sudah dicuci tak pernah kering. Siangnya dijemur, belum sampai kering, hujan sudah turun. Malamnya hujan tak turun. Pakaian kembali dijemur. Hanya mengandalkan angin. Keesokan hari, bukannya kering, pakaian malah mengeluarkan bau tak sedap. Dicuci kembali dengan menaburkan sedikit detergen. Dijemur hampir setengah hari. Menjelang Ashar hujan turun (lagi). Dari balik jendela kelas, hanya bisa membayangkan pakaian itu dapat mencari tempat berteduh sendiri. Dan cuciannya basah lagi (dan lagi). Begitu seterusnya, sampai stock pakaian ganti di lemari habis.

Bulan ini fisik sedang benar-benar diuji. Pergi pagi ke kampus pagi-pagi sekali (Iya pagi, atau setidaknya ‘Pagi’ versiku.) Tak jarang terpaksa menerobos hujan, tanpa jas hujan. Hanya mengandalkan jaket biru yang dibeli di Solo beberapa minggu lalu. Selepas kuliah, banyak hal yang harus dikerjakan. Mulai dari yang bersifat individu sampai bersifat rahasia. Rahasia? Iya rahasia yang nyanyi “Mantan Terindah” itu lho..

Januari ini kami si Anak Magang, sedang mengerjakan produk K-Post Magang. Semacam buletin yang rutin di terbitkan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Keadilan FH UII sebulan sekali. Kebetulan, diakhir masa ‘pengabdian’ kami, inilah ujian terakhir yang harus kami lewati sebelum diangkat. Diangkat dari status “magang” menjadi “tidak lagi magang.” Walaupun “tidak magang” sering diganti menjadi ‘pengurus’, namun aku lebih suka menyebutnya dengan "tidak lagi magang." Karena mungkin esensinya sama, hanya statusnya saja yang berbeda. Sama halnya dengan status Pacaran dengan Jomblo, Pacaran itu kan Cuma Jomblo yang Sedang Berbahagia Sementara Waktu dengan Jomblo lainnya. Bukan begitu?

Munafik rasanya jika menyebut dalam penggarapannya tidak ada masalah dan hasilnya sempurna. Kalau hasilnya sempurna buat apa kami belajar? Belajar itu kan artinya berusaha mendapatkan suatu ilmu baru? Terlepas dari sempurna atau tidaknya produk yang kami kerjakan. (FYI, aku lebih senang menggunakan kata “kami”, ketimbang dia atau mereka, karena “kami” adalah satu kesatuan.) Aku lebih suka membahas proses yang kami lalui. Suka, duka, duka, duka, dan ilmu.

Begini kira-kira proses singkatnya hingga jadi sebuah buletin. Pertama adalah pembahasan isu, isu-isu yang ingin diangkat dikemukakan di rapat. Lalu, proses memilah dan memilih isu mana yang ‘layak’ dan mana yang tidak. Adu argumen tentang isu yang akan dibahas tak bisa dihindari. Ngalor ngidul, kahandap kaluhur, masing-masing pemberi isu saling mempertahankan argumennya masing-masing. Setidaknya itu yang diberitahu Mbak Pimred.

Setelah semua rubrik terisi dengan isunya masing-masing, masuklah pada tahap penentuan angle. Akan seperti apa sudut pandang tulisan tersebut, dan seterusnya.

Hmm.. Tunggu sebentar. Untuk mempersingkat tulisan, tidak perlu kiranya dijabarkan secara panjang lebar bagaiamana proses pembuatannya. Ini kan bukan Tutorial “Bagaimana Membuat Buletin?” 

Hehe..

Kawan-kawan yang membanggakan.. Benar-benar yang membanggakan. Dengan tidak mengabaikan kritik dan saran yang dilayangkan kepada kita, harapanku; kita tetap bangga dengan apa yang telah kita kerjakan. Bukankah hasil tidak akan mengkhianti proses? Tegakkan pandangan kalian, bukalah mata yang sayu itu, bersihkan stigma-stigma dari otak kalian. Kita sudah berjuang, berkorban juga sudah. Mengganti waktu bermain dengan reportase. Menulis sampai lupa waktu. Dan memindah tidur di pagi hari.

Ego sendiri yang mulai melunak. Loyalitas dan totalitas yang makin hari makin membaik. Emosi yang terkontrol dengan baik. Mental berjuang yang tak mudah lunak. Juga manajemen waktu dan prioritas yang ‘mulai’ memasuki katergori baik.

Bagaimanapun, kita telah berjuang kawan. Berjuang artinya melawan. Kita telah lebih dari melawan. “Dengan melawan kita takkan sepenuhnya kalah” Begitu tertulis di Buku Bumi Manusia. Setidaknya kita telah melawan untuk tidak menyerah. Melawan untuk menjadi lebih baik!

Tunggu dulu, “ujian terkahir” kita memang sudah selesai. Tapi tolong, jangan kalian teriakan “Hore!” Bukan aku tak suka mendengarnya. Tolong ingat, kesenangan sesaat itu kadang lebih berbahaya dari ujian itu sendiri. Jangan biarkan diri larut dalam euforia. 

Sejujurnya, aku tidak suka menyebutnya sebagai “ujian terkahir”. Namun jika melihat dari proses kaderisasi memang seperti itu sebutannya. Ujian, hal yang dapat membantu kita untuk berkembang, baik dari segi psikis maupun mental. Apa kalian senang dengan berakhirnya ujian? Aku harap tidak.

Mari kita lanjutkan kerja sama ini, tanpa menjadi patuh buta.

Terakhir.. Mari ucapkan selamat untuk kita semua. Selamat atas (akan) terbitnya K-post Magang. Dan selamat datang di “Ujian Selanjutnya!”
Jangan kalian teriakan “HORE!”


Yogyakarta, 15 Januari 2015
*Untuk teman-teman yang sudah berjuang, sebaik-baiknya, dan sehormat-hormatnya.

0 komentar:

Posting Komentar